Thursday, July 11, 2013
Word link #2
Intinya, i've learnt (mulai pake bahasa inggris karena kalau pake bahasa indo jijik setengah mampus) to accept that sometimes, things are just not meant to be. Gue udah dari awal taun 2013 ini sering uring-uringan karena gue jauh sama temen sebangku gue dulu yang namanya Maudy yang gue suka. Bodoh juga, pas udah pisah bangku baru nyadar. Cerita selengkap nya bisa dibaca di post gue yang pake bahasa Perancis itu. Intinya gue gak mau lama-lama mengingat lagi lol. Udah ancur deh jiwa gue karena stress gak bisa deket lagi terus akhirnya i've learnt to let go when she read my confesssion di poster gitu dan dia bilang (via nadia) kalau, "i feel nothing, bilangin aja ke rhesa kalau dia buang-buang waktu. gue udah males". Ok abis.
Gue merasa ini udah jalan Allah lah kalau dia gak bakal menyimpangkan kehidupan kita lagi, mungkin selama-lamanya. Emang mungkin gue salah approach dan gue udah terlalu obssesive, which yang dia gak suka banget. Oke. Kalau dia udah males juga gue gak punya hak buat menentang. Gue lagi ngumpulin kekuatan setengah baja (dari baju ironman) buat move on. Sumpah postingan nya jijik banget. Haha. Intinya gue gak mau panjang-panjang nulis ini karena emang dia bener, I'm just wasting time dan daripada gue gak bisa progress kedepan. Mending gue menghapus hope gue. What I want to say cuma dibawah ini.
If you have already deleted me from your life months ago, I'm proud to come out I just recently started to delete you from my life too.
So, mulai saat ini, harus berjanji, no more Maudy, no more uring-uringan, no more ada cerita gue suka temen sebangku gue dulu namanya Maudy, no more that, no more memory, no more gue ansos karena stress karena dia, harus bisa jadi seorang individual yang lebih baik mulai ketika gue pindah ke Perancis, dan harus mencari orang baru dan tidak mengulang kesalahan yang sama. Bye bye, all your elements have been PERMANENTLY deleted.
OST: Tonight I'm getting over you - Carly Rae Jepsen
Friday, June 7, 2013
Word link #1
Sunday, March 24, 2013
J'espère que personne ne lis ça
Wednesday, December 28, 2011
Maafkan atas keterlantaran blog ini
Gue gak tahu kapan terakhir gue posting blog…
Gue gak tahu apa yang membuat gue lupa kapan terakhir posting blog….
Semua ini hanyalah mimpi belaka, tidak nyata…
Mimpi harus tinggi, supaya cita-cita dapat diraih.
Intinya, maklumkanlah gue akan melantarkan blog ini. Gue masih inget banget pas gue masih kelas 8 (masih muda, gak kayak sekarang), awal-awal gue tahu Raditya Dika lewat forum Harry Potter Indonesia (Raditya Dika terkenal di forum Harry Potter, mungkin karena hidungnya masuk kedalam dan pake gamis terus,kayak Voldemort), awal-awal Marsha (bukan cewek) nyuruh gue bikin blog,dan awal-awal bulan puasa 2008, dimana gue posting sehari udah kayak gue nonton Penguins of The Madagascar (which is sering). Sekarang, gue posting udah kayak gue mandi (which is jarang banget).
Sekarang gak kerasa udah bulan puasa tahun 2011, which means gue udah blogging selama 3 tahun, dan belum jadi blogger besar seperti Mark Zuckenberg (sampe 20 tahun nungguin kayaknya gak bakal bisa juga). Gue iri banget sama temen-temen gue yang baru blogging 3 bulan, setiap posting pasti dapet banyak comment, 40 an lebih. Gue beritahu beberapa derita lain yang gue alamin yang mungkin kalian suka mendengarnya, ya, kalian memang jahat.
Gue udah create beberapa account email, hanya untuk request adsense supaya dipasang di blog gue. Bukan apa-apa, menurut gue, blog yang udah dikasih licence masang adsense itu blog professional dan keren. Gue udah ngirim request 3 kali dan semuanya di reject. Anjrit, nasib buruk. Gue gak tahu apa yang membuat gue di reject. Seinget gue, gue gak pernah masang hasil rapor atau photo asli diri gue, jadinya gak mungkin orang google tahu gue itu gak bener banget. Dilihat dari bahasa, memang blog ini gak menggunakan bahasa Inggris, tapi banyak orang punya blog bahasa Indonesia yang dapet adsense. Semua hal ini memang misterius dan aneh. Beberapa bulan yang lalu, gue bisa memecahkan kasus misterius dan aneh itu (mirip banget kan sama Sherlock Holmes), ternyata karena content dari blog ini irrelevant, atau dalam bahasa gampangnya, isinya gak penting.
Mengenai blog, Marsha udah dari dulu bilang, dan sampai terakhir kita bertemu, dia ngulang lagi, ‘Blog itu udah gak dianggep lagi sekarang Rhes, ini semua gara-gara Twitter’. Yah, gue mengganggap ini dengan serius, emang bener juga, mungkin Twitter terlihat simple atau banyak orang yang complaint kalo 140 characters itu gak cukup buat express kesukaan mereka atau apa yang mereka mau ucapkan, tapi disitulah Twitter sukses, microblogging.
Gue pernah bilang di postingan beberapa bulan (atau tahun) lalu kalo tahun 2008, blog nge-boom. Banyak banget remaja labil yang bikin blog dan nulis dengan kemampuan seadanya (ini sih gue banget), terus menulis tentang kehidupan mereka sehari-hari ditambah bumbu-bumbu yang membuat ceritanya jadi lucu, padahal sama sekali enggak (baca blog lama gue), itu semua karena pengaruh satu orang, satu orang yang punya kekuatan sangat kuat untuk mempengaruhi banyak masyarakat, Raditya Dika. Gue juga bingung kenapa dia bisa mempengaruhi banyak orang, kekuatan apa yang dia miliki? Jelas dia tidak bisa mengeluarkan jaring laba-laba dari pantatnya seperti Spiderman, tidak bisa memindahkan barang pake tongkat kayak si Heri Poter, atau bersin sambil buka mata kayak gue.
Bisa dibilang dia lah yang mempopulerkan gaya tulisan yang disebut dia pelit (personal literature), gue amazed akan betapa efektif nya gaya menulis itu untuk menarik perhatian banyak remaja labil.
Untuk penutup gue pengen share my best moments dengan blog gue, atau karena gue bahasa prancis, dalam bahasa prancis disebut mon meilleur moments, atau karena gue pas meninggal bakal ditanya sama malaikat pake bahasa arab, dalam bahasa arab disebut قصارى جهدي لحظات.
Bilal (dulu dipanggil om-om pas jaman SMP), pernah sekali minta gue dengan desperate untuk posting, gilaaaa itu benar-benar keren untuk seorang penulis super duper amatir, pas itu gue bener-bener di rush untuk posting dan pas itu gue merasa pressurised tapi dengan dia bilang, ‘Mestinya bangga dong rhes gue nge-fan sama blog lo’. Hahh *ngelus kepala* siapa yang bilang gitu sekarang *sad*
PS= ini postingan yang gue mulai udah lamaaaaaaa jadinya jangan salah sangka gue baru sekarang bulan puasanya :)
Friday, September 9, 2011
UK dream went true (Part V)
Ini adalah hari kedua kita di Worcester. Kalendar menunjukkan tanggal 22 March 2011 (bahasa novel banget). Agenda kita hari itu adalah berkunjung (bahasa formal lagi) ke Christopher Whitehead Language College dan ke youth centre lagi.
Rutinitas kita di pagi hari sebagian besar sama. Cuma pada hari itu, kita memutuskan mandi. Gue disana mandi setengah jam, kebanyakan ngabisin waktu menggigil.
Seperti biasa, kita ngumpul dulu di Crown Gate bus stop, dan langsung jalan menuju Christopher Whitehead Language College.
Sesampainya disana, kita langsung take group photo di depan sekolahnya.
Group photo paling random…
Begitu kita masuk ke gedung sekolahnya, kita sudah ditunggu oleh principal dan murid-murid nya.Satu persatu mengenalkan diri, lalu principalnya berjabat tangan dengan Mr Harold dan jatuh cinta padanya (ya gak lah). Jadinya, kita semua akan di-pair dengan local student dan kita akan attend 2 kelas mereka. Yang beruntung mendapat PE, yang kurang beruntung (gue) mendapat Science. Menurut gue, ini adalah program terbagus dari trip kita ke England, karena kita bisa dapat teman baru, berinteraksi dengan orang local, dan tahu bagaimana sekolah di England.
Pair yang gue dapat adalah seorang anak cowok yang berada di grade 7, namanya Will (bukan Will Smith)…
Gue dan Will… no comment
Entah karena kita berdua terlihat seperti scientists atau apa, gue kedapetan kelas Science dan English. First period adalah Science class, dan sejak Will ini anak kelas 7, berarti class yang gue attend adalah science untuk anak kelas 7, disinilah kesempatan gue untuk jadi pinter terbuka lebar. Ternyata, topic yang sedang dibahas adalah state of matter, dan itu sudah dibahas berjuta-juta kali oleh Mr Balajee. Satu hal yang mungkin membuat gue tetap excited adalah, accent guru-nya yang sangat english.
Di kelas, gue sempet kenalan sama satu temannya Will yang gue lupa namanya. Nyari teman di Inggris gampang banget, ajakin ngomong aja tentang bola. Guru science mereka ternyata cukup creative (gak kayak…) untuk membuat aktivitas supaya muridnya tidak bosan, mungkin dia akhirnya sadar kalau dia membosankan.
Masih berhubungan dengan state of matter, kita ditunjukkan untuk membuat ice cream oleh sang guru, material yang digunakan hanyalah susu, cream, gula, dan vanilla essence. Tanpa freezer dan tanpa sulap, ini juga bukan TV show “Breaking The Magician’s Code”. Setelah itu, kita sekelas (sekitar 40 orang) disuruh untuk membuat ice cream dengan cara itu dengan satu partner. Jani dan Nabila juga ada di ruangan itu. Will, yang mungkin gak mau membuat gue terlihat seperti loner, berpasangan dengan gue.
Karena sampai postingan ini ditulis (08/07/11). Gue masih nyimpen kertas instruction-nya, gue akan kasih tahu cara membuatnya. Lumayan simple, pertama-tama kita masukkin ice cream ingredients di plastic bag, semua ingredients-nya udah diukur. Habis itu, kita seal plastic bag-nya. Plastic bag itu lalu dimasukkan ke dalam ziplock bag besar (semacam plastic bag tapi besar), tambahkan ice cube dan garam ke ziplock bag itu. Untuk step terakhirnya, kita squeeze dan shake ziplock bag-nya sampai semua ingredients udah menyatu dan berubah jadi ice cream.
Ice cream kita jadi dengan sempurna, gue mencoba ice cream yang dibuat oleh teman-nya Will, rasanya kayak frozen salt. Mungkin, saat itu adalah asal-usul dari sebuah makanan legendaris bernama “frozen salt”… atau hanya karena dia yang mau meracuni gue. Only God knows.
Habis dari science class, kita recess dulu. Disitu adalah period terbaik gue di hari itu. Mungkin karena orang Inggris gak biasa melihat orang Asia yang terlihat agak retarded seperti gue, mereka merubungi gue mau ngajak ngobrol. Seperti Keaton, dia tiba-tiba nyamperin gue saat berjalan bersama Will. Kita ngomong bola (udah pasti). Yes gue langsung ngomong panjang lebar gue supporter Arsenal FC, dan gue lupa dia support apa. Kita kayak benar-benar akrab gitu, gue apalagi sok akrab, udah ngerangkul dia sambil bercanda-bercandain. Itulah yang gue suka dari anak-anak Inggris, hospitality nya bagus banget. Begitu kita nemu kursi, kita (gue dan Will) langsung duduk untuk makan.
Okey, gue baru sadar post ini udah kepanjangan. Terpaksa gue lanjutin ke Part VI. Sorry ya, karena gue gak bisa nulis di media selain blog. Gue jadi nulis selengkap-lengkapnya di blog dengan berjuta chapter.
UK dream went true (Part IV)
Keesokan hari nya, kita bangun sekitar jam 7, dan harus catch a bus jam 8. Saat itu adalah senin, 21 March 2011. Agenda kita pada hari itu berada di sekitar Worcester. Bertemu dengan Mayor Worcester, ke Worcester Cathedral, ke Worcester Porcelain Museum Workshop tentang English Civil War at The Commandery, dan English Lesson.
Sebelum mengalami semua itu, gue dan Clinton udah repot duluan. Kita memutuskan untuk tidak mandi, karena cuaca yang sangat tidak bersahabat. Setelah kita sarapan (traditional English breakfast), kita balik ke kamar untuk ngambil sikat gigi, handuk, dan baju ganti, dan gue baru sadar satu hal… koper gue masih di wrap. Oke, sedikit flashback, sehari sebelum berangkat, Irene membuat gue panik dengan this wrap thing,
‘Rhes, di Gatwick ada wrap gak? Takutnya di Soekarno-Hatta gak sempat, kalau gak di wrap kan bahaya… bla bla bla.’
Gue, yang awalnya gak peduli, jadi berpikir panjang, dan ikut panik. Alhasil, gue buru-buru wrap di Soekarno-Hatta and it cost me like Rp 30,000. Crap enough. Kita menghabiskan 15 menit untuk buka wrapnya. Dengan bantuan gunting dan pisau. Belajar dari pengalaman itu, gue gak akan pernah mau wrap koper gue lagi.
Setelah semua perjuangan membuka luggage wrap, dan kedinginan di kamar mandi. Kita dibeliin ticket Bus, dengan harga 12 Pounds (sekitar 180 ribu rupiah), kita dapat Bus pass untuk seminggu dan itu udah comprise seluruh Worcester. Ini yang gue suka dari England, public transportation-nya nyaman dan sangat murah. Ketika ada bus yang sampai, kita naik dan pergi menuju Crown Gate shopping centre sebagai assembly point kita.
Ketika semua sudah ngumpul, kita langsung jalan ke Worcester Cathedral, lalu menuju kantor Mayor of Worcester. Menurut gue, jalan-jalan di Worcester enak banget, karena traffic sedikit dan cuacanya.
Hanya sekitar 15 menit kemudian, kita sampai di Worcester Cathedral. Setiap kali gue berada di Cathedral di Inggris, gue merasa seperti Harry Potter. Karena bangunan-nya emang classic banget dan mirip Hogwarts. Mungkin gue cocok jadi penyihir.
Worcester Cathedral, perhatikan Dumbledore di sisi kanan…
Di dalam Worcester Cathedral…
Next destination kita adalah kantor walikota Worcester, dimana dia akan menceritakan sejarah Worcester dan peristiwa-peristiwa terkenal yang terjadi di sekitar Worcester. Kantornya (lagi-lagi) mempunyai design yang classic. Dan kerennya lagi, disana kita dipinjamkan object-object kerajaan, seperti kalung, pedang, sampai bahkan Mr Harold di dress up seperti orang native Worcester…
Muka innocent dari sang Shopaholic…
Dan ini adalah satu fact yang mungkin sedikit dari kalian ketahui, bagi yang suka masak, mungkin familiar dengan nama “Kecap Inggris”. Itu berasal dari kota Worcester, dan product mereka di import worldwide dan packing dari kecap Inggris kalian pasti sama..
Botol yang di tengah cuma ada 2 di dunia…
Sang walikota dengan pedang kerajaan
Sementara gue, dapat kehormatan untuk pakai kalung yang harga-nya 500,000 pounds, GILA! 500 ribu pounds!! Seolah membaca pikiran gue, sang walikota udah ngancem duluan, ‘Don’t forget we have CCTVs here and some big guys’. Sip, kata ‘big guys’ berarti gue akan remuk kalau macam-macam..
Sudah jelas bukan seorang bangsawan…
Group photo dengan sang walikota…
Mr Mike Layland (sang walikota) cukup baik untuk memberi tanda tangan-nya di banner kita.
Kita dijamu dengan squash dan cookies. Dan yang dimaksud dengan “cookies” adalah digestive biscuit. Sigh. Lol joking. Semua squash dan cookies sudah habis, kita langsung pergi ke Worcester Porcelain Museum dan menghadiri workshop tentang English Civil War.
Kecuali lo suka sejarah atau cukup geek, mungkin workshop ini cocok. Tapi buat sebagian besar dari kita sama sekali tidak, seru sih bisa pakai baju-baju perang.
Mike dengan baju perang, sasaran empuk untuk ditembak…
Sungguh bukan contoh tentara yang baik
Ian dengan senjata yang gue gak tahu namanya
Hari itu ditutup dengan English Lesson di youth centre dengan tutor merangkap guide kita bernama Caitlin. Dia akhirnya ngikut kita kemana-mana, sampai ke Oxford dan dia nganterin kita pulang ke Heathrow. Dia baik parah. We miss you Caitlin!
Youth centre dan Caitlin (kedua dari kiri)
Okey, ini mungkin udah panjang banget. Sabar nunggu Part V nya ya!!! Stay tune dan thanks udah baca :)
UK dream went true (Part III)
Begitu bus sudah berhenti tanda kita sudah sampai di Worcester, Mr Harold dan Ms Devina meng-arrange foster family kita dan dari semua orang, hanya Talitha yang tinggal sendirian (untung bukan gue, karena gue takut tidur sendiri). Kebanyakan di pair berdua atau bertiga, gue di pair sama Clinton. Ini yang gue suka dari tinggal sama teman di homestay programme, gue yang sama sekali gak kenal Clinton sebelumnya jadi sangat mengenal dia setelah tinggal bareng seminggu, kita sempet lost dua kali, harus jalan kaki dari bus stop sampai rumah (dengan gak tahu jalan sama sekali dan jauh).
Itu seru banget. Gue juga suka keluarga yang “nampung” kita. Jonathan, Nicholas, dan Adam, mereka bertiga my UK lads yang seru banget diajak main. Mr Barry, dia my second dad, dia itu benar-benar baik sama kita berdua dan dia sampai repot-repot masak makanan parah enaknya untuk kita aja dan Mrs Emma yang Apple Pie nya gak bakal ditemukan di Indonesia. Percaya atau enggak, pas gue sakit dan muntah di rumah, Mrs Emma itu yang membereskan muntah gue. Jadi terharu.
One big happy family… awwww
Jujur, sebelum immersion, gue sama sekali gak kenal Clinton. Pertama kali kenalan ketika kita bikin visa bareng.
Setelah gue diputuskan akan tinggal serumah dengan dia, gue jadi kenal lumayan banyak. Kita pun turun dari bus yang sudah hampir kosong, pas turun, angin dingin UK kerasa lagi (dan gue masih sakit). Begitu bertemu dengan Mrs Emma dan Jonathan, Mrs Emma langsung menyambut kita dengan ramah, dan Jonathan terlihat sedikit awkward karena gue tanya,
‘Hey, Jon (baru pertama kali kenal udah sok akrab)! How old are you?’, dia menjawab,
‘9…’, pikiran gue… okay, orang kayak gini ternyata masih 9 tahun, tapi ternyata dia belum selesai,
‘Oh I mean… I’m 12.’
Apakah gue se-seram ini sampai anak bule takut ngomong sama gue? Selesai mengenalkan diri masing-masing, kita masukkin koper kita ke bagasi. Satu berita buruk: bagasi mobilnya kecil, dan koper kita besar-besar. Solusi dapat ditemukan, kopernya dipaksa fit ke bagasi. Selama perjalanan, kita ngobrol-ngobrol mengenalkan diri lebih lanjut. Seperti bisa, gue memalukan diri sendiri, gue dengan pede bertanya,
‘Ma’am, how cold is WOR-CES-TER in the noon?’, dan dia jawab,
‘Around 5-10 degree celcius in WOSS-TER’, gue sedikit bingung,
‘So it’s quite cold in WOR-CES-TER’. Mrs Emma protes,
‘It is spelled WOR-CES-TER but has always been pronounced WOSS-TER’. Yep, gue malu mendadak.
Rumah dia terletak di 3 Manor Road, dan first impression gue akan rumah di Inggris… kembar semua. Tapi comfortable banget dalamnya…
Gue di depan rumah Hillyard Family…
Begitu gue masuk, gue ditunjukkin kamarnya, boleh lah. Begitu gue melihat dapurnya, dan menemukan seorang anak berumur 8 tahun mencoba masuk ke dalam oven. Random enough! Anak ini ternyata bernama Adam. Dia pakai baju Liverpool dengan name printing “TORRES 9”. Yes, ini yang gue suka dari UK. Sebagian banyak dari mereka adalah football fanatics, jadinya gue gak akan kehabisan topic kalau ngobrol sama mereka. Setelah kenalan sama Mr Barry (civil servant, car maniac) dan sama Adam. Kita dinner sambil ngobrol seru.
Saat itu juga, gue menemukan perbedaan cara ngomong orang Inggris yang adult dan masih anak-anak. Mr Barry dan Mrs Emma benar-benar ngomong dengan pelan dan jelas, mungkin sengaja supaya kita mengerti. Sementara conversation gue dan Adam tidak jauh seperti ini,
Rhesa: ‘Adam, what did you feel when Torres left Liverpool?’
Adam: ‘I was sad because… blub blub blub.. and he.. blub blub’
Rhesa: ‘Are you talking while “kumur-kumur” ?’
Akhirnya setelah Adam puas ngerjain kita dengan ngomong kumur-kumur, dia dimarahin nyokapnya, ‘ADAM, you’re talking rubbish.’ Pantesan anak nya jadi kayak gini.
Terus, setelah dia dijinakkan, dia ngomong kalau dia suka Aston Villa dan pengen main di Aston Villa suatu hari. Nyokapnya sampai confirm, ‘He’s really confident of playing for Villa when he gets older.’, yang gue iya-iya in.
One funny thing, dia gak tahu Jack Wilshere. Lebih lucu lagi, hampir semua anak di Worcester gak tahu tentang Jack Wilshere, mulai Nicholas, Jonathan, Adam, Ben (teman mereka), dan semua anak di Christopher Whitehead Language College School gak tahu Jack Wilshere. Parah.
Gue juga sempet ngajarin Adam Bahasa Indonesia, mulai dari “Apa Kabar” dan “Halo”, yang dia pronounce “Apha Kebhar” dan “Aloo”. Mungkin dia kalau ke Indonesia cocok jadi the next Cinta Laura.
Setelah makan, kita semua langsung tidur dan gak sempat buka koper.
Jessica dan Irene dengan our very own Adam Hillyard!