Friday, September 9, 2011

UK dream went true (Part III)

Begitu bus sudah berhenti tanda kita sudah sampai di Worcester, Mr Harold dan Ms Devina meng-arrange foster family kita dan dari semua orang, hanya Talitha yang tinggal sendirian (untung bukan gue, karena gue takut tidur sendiri). Kebanyakan di pair berdua atau bertiga, gue di pair sama Clinton. Ini yang gue suka dari tinggal sama teman di homestay programme, gue yang sama sekali gak kenal Clinton sebelumnya jadi sangat mengenal dia setelah tinggal bareng seminggu, kita sempet lost dua kali, harus jalan kaki dari bus stop sampai rumah (dengan gak tahu jalan sama sekali dan jauh).

Itu seru banget. Gue juga suka keluarga yang “nampung” kita. Jonathan, Nicholas, dan Adam, mereka bertiga my UK lads yang seru banget diajak main. Mr Barry, dia my second dad, dia itu benar-benar baik sama kita berdua dan dia sampai repot-repot masak makanan parah enaknya untuk kita aja dan Mrs Emma yang Apple Pie nya gak bakal ditemukan di Indonesia. Percaya atau enggak, pas gue sakit dan muntah di rumah, Mrs Emma itu yang membereskan muntah gue. Jadi terharu.

One big happy family… awwww

Jujur, sebelum immersion, gue sama sekali gak kenal Clinton. Pertama kali kenalan ketika kita bikin visa bareng.

Setelah gue diputuskan akan tinggal serumah dengan dia, gue jadi kenal lumayan banyak. Kita pun turun dari bus yang sudah hampir kosong, pas turun, angin dingin UK kerasa lagi (dan gue masih sakit). Begitu bertemu dengan Mrs Emma dan Jonathan, Mrs Emma langsung menyambut kita dengan ramah, dan Jonathan terlihat sedikit awkward karena gue tanya,

‘Hey, Jon (baru pertama kali kenal udah sok akrab)! How old are you?’, dia menjawab,

‘9…’, pikiran gue… okay, orang kayak gini ternyata masih 9 tahun, tapi ternyata dia belum selesai,

‘Oh I mean… I’m 12.’

Apakah gue se-seram ini sampai anak bule takut ngomong sama gue? Selesai mengenalkan diri masing-masing, kita masukkin koper kita ke bagasi. Satu berita buruk: bagasi mobilnya kecil, dan koper kita besar-besar. Solusi dapat ditemukan, kopernya dipaksa fit ke bagasi. Selama perjalanan, kita ngobrol-ngobrol mengenalkan diri lebih lanjut. Seperti bisa, gue memalukan diri sendiri, gue dengan pede bertanya,

‘Ma’am, how cold is WOR-CES-TER in the noon?’, dan dia jawab,

‘Around 5-10 degree celcius in WOSS-TER’, gue sedikit bingung,

‘So it’s quite cold in WOR-CES-TER’. Mrs Emma protes,

‘It is spelled WOR-CES-TER but has always been pronounced WOSS-TER’. Yep, gue malu mendadak.

Rumah dia terletak di 3 Manor Road, dan first impression gue akan rumah di Inggris… kembar semua. Tapi comfortable banget dalamnya…

IMG00144-20110323-0818

Gue di depan rumah Hillyard Family…

Begitu gue masuk, gue ditunjukkin kamarnya, boleh lah. Begitu gue melihat dapurnya, dan menemukan seorang anak berumur 8 tahun mencoba masuk ke dalam oven. Random enough! Anak ini ternyata bernama Adam. Dia pakai baju Liverpool dengan name printing “TORRES 9”. Yes, ini yang gue suka dari UK. Sebagian banyak dari mereka adalah football fanatics, jadinya gue gak akan kehabisan topic kalau ngobrol sama mereka. Setelah kenalan sama Mr Barry (civil servant, car maniac) dan sama Adam. Kita dinner sambil ngobrol seru.

Saat itu juga, gue menemukan perbedaan cara ngomong orang Inggris yang adult dan masih anak-anak. Mr Barry dan Mrs Emma benar-benar ngomong dengan pelan dan jelas, mungkin sengaja supaya kita mengerti. Sementara conversation gue dan Adam tidak jauh seperti ini,

Rhesa: ‘Adam, what did you feel when Torres left Liverpool?’

Adam: ‘I was sad because… blub blub blub.. and he.. blub blub’

Rhesa: ‘Are you talking while “kumur-kumur” ?’

Akhirnya setelah Adam puas ngerjain kita dengan ngomong kumur-kumur, dia dimarahin nyokapnya, ‘ADAM, you’re talking rubbish.’ Pantesan anak nya jadi kayak gini.

Terus, setelah dia dijinakkan, dia ngomong kalau dia suka Aston Villa dan pengen main di Aston Villa suatu hari. Nyokapnya sampai confirm, ‘He’s really confident of playing for Villa when he gets older.’, yang gue iya-iya in.

One funny thing, dia gak tahu Jack Wilshere. Lebih lucu lagi, hampir semua anak di Worcester gak tahu tentang Jack Wilshere, mulai Nicholas, Jonathan, Adam, Ben (teman mereka), dan semua anak di Christopher Whitehead Language College School gak tahu Jack Wilshere. Parah.

Gue juga sempet ngajarin Adam Bahasa Indonesia, mulai dari “Apa Kabar” dan “Halo”, yang dia pronounce “Apha Kebhar” dan “Aloo”. Mungkin dia kalau ke Indonesia cocok jadi the next Cinta Laura.

Setelah makan, kita semua langsung tidur dan gak sempat buka koper.

Jessica dan Irene dengan our very own Adam Hillyard!

No comments:

Post a Comment